Definisi obat adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, mencegah penyakit, mengurangi gejala, menghilangkan gejala, atau menyembuhkan penyakit. Sebagai contoh obat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan yaitu barium sulfat yang digunakan sebagai zat kontras untuk roentgen saluran cerna, biasanya digunakan untuk mendiagnosa adanya usus buntu. Obat yang digunakan untuk mencegah penyakit, misalnya vaksin BCG untuk perlindungan terhadap tuberculosis, diberikan pada bayi yang baru lahir dengan tingkat bahaya ditularinya sangat tinggi. Obat yang digunakan untuk mengurangi gajala seperti obat-obat analgetik yang digunakan untuk mengurangi nyeri, contohnya parasetamol, aspirin, asam mefenamat, dll. Obat yang digunakan untuk menghilangkan gejala, misalnya obat batuk yang termasuk antitusif yaitu dekstrometorfan, gliseril guaiakolat. Obat untuk menyembuhkan penyakit yaitu obat-obat yang termasuk dalam golongan antibiotic, contohnya amoksisilin, eritromisin, metronidazol, dll.
Untuk mendapatkan khasiat yang diinginkan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu obat yaitu : pertama, dosis obat harus tepat. Dosis yang tepat akan dapat membedakan suatu racun dari obat. Contohnya parasetamol pada dosis 500 mg 3-4 x sehari dapat digunakan sebagai obat penurun demam (antipiretik), akan tetapi jika diminum dalam dosis berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Kedua, obat yang digunakan harus tepat, sehingga dapat mengatasi masalah dan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Penyakit yang disebabkan karena infeksi virus (misalnya : flu, cacar, dll) seharusnya diobati dengan antivirus bukan dengan obat antibiotic, oleh karena itu tidak tepat jika pasien terkena infeksi karena virus diobati dengan antibiotic, karena akan menimbulkan efek resistensi (bakteri kebal terhadap obat). Ketiga, obat harus digunakan pada pasien yang tepat, jangan sampai pasien yang sebenarnya tidak memerlukan obat justru diberi obat. Keempat, kegunaan obat harus tepat. CTM seharusnya digunakan untuk obat anti alergi, tetapi sebagian besar masyarakat menggunakannya untuk obat tidur, hal tersebut tidak tepat. Kelima adalah waspada terhadap efek samping obat. Hampir setiap obat memiliki efek samping, dari yang ringan sampai efek yang membahayakan dan mengancam jiwa.
Untuk dapat menimbulkan efek, obat harus berada pada tempat kerjanya dalam kadar yang cukup. Untuk mencapai tempat aksinya, obat harus mengalami proses perpindahan dari tempat pemberian ke dalam aliran darah, untuk selanjutnya diangkut (ikut aliran darah) sampai ke tempat aksinya. Proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah disebut absorpsi. Untuk dapat masuk ke dalam aliran darah obat harus dapat menembus sawar (barrier) yang memisahkan obat di tempat obat berada (tempat pemberian) dengan tempat kerja obat. Kecepatan absorpsi obat dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya oleh cara pemberiannya. Obat yang diberikan melalui saluran cerna, absorpsinya lebih lambat dari pada yang diberikan secara injeksi (suntikan). Faktor lain yang berpengaruh pada kecepatan absorpsi antara lain kelarutan obat dalam lemak dan air.
Dalam aliran darah, obat dapat berada dalam keadaan bebas atau dapat pula terikat oleh protein plasma. Kedua bentuk itu kemudian ikut aliran darah (distribusi) ke seluruh bagian tubuh. Hanya obat bebas saja (tidak terikat oleh protein plasma) yang dapat mencapai tempat kerjanya, kemudian menimbulkan efek, baik sebagai efek yang diharapkan (efek terapi) maupun efek yang tidak diharapkan (efek samping dan efek toksik). Obat yang dapat mencapai organ tertentu (misalnya hepar) akan mengalami perubahan secara biologik (biotransformasi) menjadi senyawa lain agar lebih mudah dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh. Hampir semua obat dikeluarkan dari dalam tubuh (ekskresi) bersama urin oleh ginjal.
Kecepatan timbulnya efek tergantung pada kecepatan suatu obat sampai di tempat kerjanya. Ini ditentukan oleh kecepatan absorpsi yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain cara pemberian obat. Pada garis besarnya cara pemberian obat dapat dilakukan melalui saluran cerna (enteral), atau cara lain yang tidak melalui saluran cerna (parenteral). Pemberian secara enteral dapat secara oral (diminum), sublingual (ditaruh di bawah lidah), buccal (ditaruh di antara gusi dan mukosa pipi) atau perektal (dimasukkan ke dalam rektum melalui dubur). Pemberian secara parenteral dapat dilakukan melalui saluran nafas (inhalasi), dimasukkan vagina (pervaginam) atau disuntikkan secara intravena (iv) yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena, intramuskuler (im) yaitu disuntikkan masuk ke dalam otot daging, intraperitoneal (ip) yaitu disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, subkutan (sc) yaitu disuntikkan di bawah kulit ke dalam alveola, intrakutan (ic) yaitu disuntikkan sedikit dalam kulit untuk tujuan diagnosa, intracardial yaitu disuntikkan langsung ke dalam jantung, intraarterial yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri, dan sebagainya. Obat juga dapat diberikan secara topikal (langsung ditaruh pada tempat atau daerah yang diobati).
Bentuk sediaan obat dapat merupakan :
• sediaan padat (pulvis/serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar; tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi; pil adalah bentuk sediaan padat berupa masa bulat mengandung satu atau lebih bahan obat dan dimaksudkn untuk pemakaian secara oral; kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dan cangkang keras atau lunak yang dapat melarut; implan atau pelet adalah sediaan dengan masa padat steril berukuran kecil berisi obat dengan kemurnian tinggi dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan; suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh biasanya melaui rektum, vagina, atau saluran urin)
• sediaan setengah padat (cream adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai; pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topical; gel merupakan system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan; salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lender)
• sediaan cair (sirup adalah suatu larutan obat dalam larutan gula yang jenuh, biasanya diberi esen; suspensi adalah suatu campuran obat berupa zat padat terbagi halus yang terdispersi di dalam medium cair, harus dikocok sebelum digunakan; emulsi adalah suatu campuran dua zat cair yang tidak mau campur; tingtura adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia; eleksir adalah suatu larutan alkoholis dan diberi pemanis mengandung obat dan diberi bahan pembau/aroma; magma : sediaan yang mengandung obat padat terbagi halus terdispersi dalam cairan; lotion adalah preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit).
Bentuk sediaan dimaksudkan untuk memudahkan pemberian, memberi rasa atau aroma yang enak, mencegah kerusakan bahan aktif oleh enzim dalam saluran cerna, mempertahankan kadarnya dalam darah dan mempercepat onsetnya (waktu antara obat diberikan sampai menimbulkan efek). Sediaan obat dalam bentuk tablet sublingual misalmya, cepat masuk dalam aliran darah sistemik juga dapat terhindar dari kerusakan bahan aktif akibat getah saluran cerna.
Pada umumnya obat mempunyai lebih dari satu aksi atau efek. Efek obat yang diharapkan untuk menyembuhkan penyakit disebut dengan efek terapi. Misalnya ketika demam, kemudian diberikan parasetamol sehingga demamnya hilang, maka efek terapi dari parasetamol adalah menurunkan demam (antipiretik). Selain itu ada efek suatu obat yang tidak termasuk dalam kegunaan terapi, efek tersebut dinamakan efek samping obat. Contohnya CTM efek samping yang ada yaitu menindurkan. Efek samping morfin adalah depresi pernafasan dan susah BAB (konstipasi). Efek yang lain adalah toksisitas (efek racun), yaitu aksi tambahan yang derajatnya lebih tinggi dibanding efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek toksik umumnya timbul pada pemakaian obat dengan dosis yang berlebihan (di atas dosis normal). Contohnya, mual (nausea) dianggap efek samping tetapi depresi sumsum tulang belakang disebut toksisitas. Ada pula efek teratogen, yaitu efek dari obat pada dosis terapetik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin. Misalnya focomelia (kaki dan tangan seperti kepunyaan singa laut).
Beberapa obat juga memiliki efek yang mungkin timbul pada pengulangan penggunaan obat atau perpanjangan penggunaan obat. Efek tersebut yaitu : reaksi hipersensitif, merupakan suatu reaksi alergi yaitu seatu respon abnormal terhadap obat atau zat dimana pasien telah kontak atau menggunakan obat tersebut yang mengakibatkan timbulnya antibodi. Reaksi kumulatif, adalah suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat, dimana obat diekskresikan lebih lambat dari pada absorbsinya. Toleransi, ialah suatu fenomena berkurangnya besar respon terhadap dosis yang sama dari obat, dosis harus diperbesar untuk mendapatkan respon yang sama. Resistensi, yaitu kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek obat yang mematikan terhadap sebagian besar anggota spesiesnya (bakteri menjadi kebal terhadap obat yang diberikan). Habituasi, adalah gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat. Adiksi, adalah gejala ketergantungan psikologik dan fisik terhadap suatu obat.
Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, obat dapat digolongkan menjadi : obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat narkotik, dan obat psikotropik. Penggolongan obat dilakukan dalam rangka pengamanan dan peningkatan pengawasan obat yang beredar di masyarakat. Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas dapat diperoleh di warung, toko obat berizin atau apotek. Dalam kemasan obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi, tanggal kadaluawarsa, nama dan alamat pabrik serta cara penyimpanannya. Obat bebas diberi tanda bulatan berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam, diameter minimal 1 cm. Contoh obat bebas : tablet vitamin C 50 mg, 100 mg, 250 mg; tablet vitamin B1 50 mg, 25 mg, 100 mg; tablet vitamin B complex; tablet multivitamin; salep 24; boorwater. Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas (obat daftar W) termasuk obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan. Obat bebas terbatas ini dapat diperoleh di warung, toko obat berijin dan apotek. Obat bebas terbatas diberi tanda bulatan berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, diameter minimal 1 cm. Obat bebas terbatas mempunyai penandaan berupa tanda peringatan yang terdapat pada wadah, bungkus luar kemasan obat. Tanda peringatan tersebut berupa :
• P1 : awas obat keras! bacalah aturan memakainya!
• P2 : awas obat keras! hanya untuk kumur, jangan ditelan!
• P3 : awas obat keras! hanya untuk bagian luar dari badan!
• P4 : awas obat keras! Hanya untuk dibakar!
• P5 : awas obat keras! Tidak boleh ditelan!
• P6 : awas obat keras! Obat wasir, jangan ditelan!
Contoh obat-obat bebas terbatas : anusol (obat wasir), antimo (anti muntah dalam perjalanan), dulcolax (obat pencahar), tablet vitamin K 1,5 mg (anti perdarahan), dan lain-lain. Obat keras (obat daftar G) adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Semua obat yang digunakan dengan cara disuntikkan juga termasuk obat keras. Obat keras ini hanya dapat diperoleh di apotek dan harus dengan resep dokter atau pengawasan apoteker di apotek. Obat keras diberi tanda bulatan berwarna merah, garis tepi berwarna hitam, degan huruf K berwarna hitam di tengah, diameter minimal 1 cm. Contoh obat yang termasuk obat keras : semua obat injeksi (obat suntik), obat antibiotika, diazepam (obat penenang), yonhimbin (aprodisiaka), hydantoin (obat anti epilepsi), nitroglycerin (obat jantung).
Narkotika (obat daftar O) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat narkotik hanya dapat diperoleh di apotek dan harus dengan resep dokter. Undang-undang narkotika membagi obat-obat golongan narkotik menjadi riga golongan, yaitu :
• Narkotika golongan I : hanya digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, karena mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Termasuk golongan ini antara lain : cocain, marihuana, heroin, tetrahydrocannabitol.
• Narkotika golongan II : dapat digunakan dalam terapi selain untuk tujuan ilmu pengetahuan, tetapi juga mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Termasuk golongan ini antara lain : morphine, dihydromorphine, hydrocodone.
• Nerkotika golongan III : banyak digunakan dalam terapiselain untuk tujuan ilmu pengetahuan, mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Termasuk dalam golongan ini antara lain : codeine, dihydrocodeine, ethylmorphine.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berpengaruh pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Berdasarkan undang-undang tentang psikotropika, obat-obat jenis psikotropika digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :
• Psikotropika golongan I : hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak diberikan dengan resep. Termasuk dalam golongan ini antara lain : MDMA (ectasy), psilocybin, psilosin.
• Psikotropika golongan II : boleh diresepkan, tetapi harus disadari bahwa dapat menyebabkan ketergantungan yang besar, apalagi kalau diberikan dalm jangka waktu lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : amphetamine, methaqualone, secobarbital.
• Psikotropika golongan III : boleh diresepkan, tetapi juga dapat memberikan ketergantungan pada penggunaan jangka lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : amobarbital, pentobarbital, glutetimide.
• Psikotropika golongan IV : sering kali diberikan dalam resep, relatif kurang memberikan efek ketergantungan, tetapi tetap harus diwaspadai pada pemberian jangka lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : diazepam, chlordiazepoxide, meprobamate.
Readmore »»